Panduan Singkat Zakat / Infaq / Shodaqoh
Tentang Zakat
Zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan apabila telah mencapai syarat yang diatur sesuai aturan agama, dikeluarkan kepada 8 asnaf penerima zakat. Menurut Bahasa kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah.
Zakat berasal dari bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5)
Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Sedangkan makna suci menunjukkan bahwa zakat adalah mensucikan jiwa dari kejelekan, kebatilan dan pensuci dari dosa-dosa.
Dalam Al-Quran disebutkan, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. at-Taubah [9]: 103).
Menurut istilah dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan zakat dengan nama pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Orang yang menunaikan zakat disebut Muzaki. Sedangkan orang yang menerima zakat disebut Mustahik.
Sementara menurut Peraturan Menteri Agama No 52 Tahun 2014, Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Asnaf (8 Golongan) Penerima Zakat
Sebagai instrumen yang masuk dalam salah satu Rukun Islam, zakat tentu saja memiliki aturan mengikat dari segi ilmu fiqihnya, salah satu diantaranya adalah kepada siapa zakat diberikan.
Dalam QS. At-Taubah ayat 60, Allah memberikan ketentuan ada delapan golongan orang yang menerima zakat yaitu sebagai berikut:
1) Fakir, mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2) Miskin, mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan.
3) Amil, mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
4) Mualaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan dalam tauhid dan syariah.
5) Riqab, budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya.
6) Gharimin, mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam mempertahankan jiwa dan izzahnya.
7) Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya.
8) Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan kepada Allah.
Jenis Zakat
Secara umum zakat terbagi menjadi dua jenis, yakni zakat fitrah dan zakat mal. Zakat Fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
Zakat mal adalah zakat yang dikenakan atas segala jenis harta, yang secara zat maupun substansi perolehannya, tidak bertentangan dengan ketentuan agama. Sebagai contoh, zakat mal terdiri atas uang, emas, surat berharga, penghasilan profesi, dan lain-lain, sebagaimana yang terdapat dalam UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Menteri Agama No 52 Tahun 2014 yang telah diubah dua kali dengan perubahan kedua adalah Peraturan Menteri Agama No 31/2019, dan pendapat Syaikh Dr. Yusuf Al-Qardhawi serta para ulama lainnya
Zakat mal sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas meliputi:
1. Zakat emas, perak, dan logam mulia lainnya
Adalah zakat yang dikenakan atas emas, perak, dan logam lainnya yang telah mencapai nisab dan haul.
2. Zakat atas uang dan surat berharga lainnya
Adalah zakat yang dikenakan atas uang, harta yang disetarakan dengan uang, dan surat berharga lainnya yang telah mencapai nisab dan haul.
3. Zakat perniagaan
Adalah zakat yang dikenakan atas usaha perniagaan yang telah mencapai nisab dan haul.
4. Zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan
Adalah zakat yang dikenakan atas hasil pertanian, perkebunan dan hasil hutan pada saat panen.
5. Zakat peternakan dan perikanan
Adalah zakat yang dikenakan atas binatang ternak dan hasil perikanan yang telah mencapai nisab dan haul.
6. Zakat pertambangan
Adalah zakat yang dikenakan atas hasil usaha pertambangan yang telah mencapai nisab dan haul.
7. Zakat perindustrian
Adalah zakat atas usaha yang bergerak dalam bidang produksi barang dan jasa.
8. Zakat pendapatan dan jasa
Adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan yang diperoleh dari hasil profesi pada saat menerima pembayaran, zakat ini dikenal juga sebagai zakat profesi atau zakat penghasilan.
9. Zakat rikaz
Adalah zakat yang dikenakan atas harta temuan, dimana kadar zakatnya adalah 20%.
Syarat Zakat Mal dan Zakat Fitrah:
1. Harta yang dikenai zakat harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
2. Syarat harta yang dikenakan zakat mal sebagai berikut:
a. milik penuh
b. halal
c. cukup nisab
d. haul
3. Hanya saja, syarat haul tidak berlaku untuk zakat pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan, pendapatan dan jasa, serta zakat rikaz.
Sedangkan untuk syarat zakat fitrah sebagai berikut:
a. beragama Islam
b. hidup pada saat bulan ramadhan;
c. memiliki kelebihan kebutuhan pokok untuk malam dan hari raya idul fitri;
(Sumber: Al Qur'an Surah Al Baqarah ayat 267, Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2019, Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003, dan pendapat Shaikh Yusuf Qardawi).
Infaq dan shodaqoh
Infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Infaq diantaranya adalah infaq kepada fakir miskin sesama muslim, infaq untuk bencana alam dll. Berbeda dengan zakat, dana infaq dapat diberikan kepada siapapun meskipun tidak termasuk dalam delapan asnaf (golongan yang berhak menerima zakat).
Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, baik di saat ia lapang maupun sempit. Untuk kata munfiq adalah orang-orang yang mengeluarkan infaq yang diperuntukkan pada hal-hal yang berada di jalan Allah SWT.
Shadaqah maknanya lebih luas dari zakat dan infaq. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 Shadaqah atau sedekah merupakan harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Kita sebagai umat Islam bisa mendapatkan pahala sedekah dengan melakukan kebaikan sekecil apapun.
Termasuk juga menurut Hadist Nabi, senyum yang tulus ikhlas dan kata-kata yang baik itu juga sebagai salah satu bentuk shadaqah. Begitu juga dengan memberikan kebahagiaan kepada orang lain dalam bentuk apapun yang diridhai Allah juga adalah salah satu perbuatan shadaqah. Dengan demikian secara umum shadaqah bermakna semua kebajikan atau kebaikan yang mengharap ridha Allah SWT. Mutashaddiq adalah orang yang mengeluarkan sedekah yang diperuntukkan pada hal-hal yang berada di jalan Allah SWT.
Perbedaan antara infaq dan shadaqah adalah pada batasan yang diberikan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa infaq hanya terbatas ,pada amalan berupa harta, sedangkan sedekah cakupannya lebih luas bisa berupa harta atau yang tidak meliputi harta seperti memberikan senyuman, menyingkirkan batu dari jalan, dan sebagainya.
Sebagaimana seperti yang dijelaskan dalam hadist riwayat Bukhori bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kullu ma’rufin shodaqoh” yang artinya adalah setiap perbuatan baik adalah sedekah.
fidyah
Dalam bahasa Arab kata “fidyah” adalah mengganti atau menebus. Adapun menurut istilah fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.
Misalnya, fidyah yang diberikan akibat ditinggalkannya puasa Ramadhan oleh orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakannya, atau oleh keluarga orang yang belum sempat meng-qadha atau mengganti puasa yang ditinggalkannya. Dengan memberikan fidyah tersebut, gugurlah suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.
Hukum membayar fidyah adalah wajib. Fidyah wajib disempurnakan mengikuti bilangan hari yang ditinggalkan. Fidyah juga menjadi satu tanggungan (hutang) kepada Allah SWT sekiranya tidak dilaksanakan.
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Yang artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah: 184)
Tidak semua orang diperbolehkan mengganti hutang puasa dengan membayar fidyah. Hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan menggantinya dengan fidyah. Berikut ini adalah beberapa orang yang harus membayar fidyah, karena tidak bisa berpuasa diantaranya :
Orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh kembali
Orang tua renta atau lemah yang fisiknya sudah tidak kuat lagi berpuasa
Wafat dan punya hutang puasa, seseorang yang tidak berpuasa karena alasan sakit pada bulan Ramadhan, lalu sembuh setelah itu dan memiliki kesempatan untuk berpuasa, namun belum sempat dia melaksanakan puasa qadha’nya kemudian meninggal dunia, maka hutang puasanya itu cukup dibayar dengan fidyah
Orang yang menunda kewajiban mengqadha’ puasa Ramadhan tanpa uzur syar’i hingga Ramadhan tahun berikutnya telah menjelang. Mereka wajib mengqadha’nya sekaligus membayar fidyah, menurut sebagian ulama.
Wanita yang hamil dan menyusui apabila ketika puasa mengkhawatirkan anak yang dikandung atau disusuinya. Mereka wajib membayar fidyah menurut sebagian ulama, namun menurut Imam Syafi’i selain wajib membayar fidyah juga wajib mengqadha’ puasanya. Sedangkan menurut pendapat lain, tidak membayar fidyah tetapi cukup mengqadha’.
Bentuk fidyah yang harus dibayarkan berupa makanan, biasanya adalah makanan pokok. Makanan pokok bisa dalam bentuk apapun baik makanan siap saji atau hanya berupa bahan mentah, karena memang tidak ada aturan khusus yang mengikat. Fidyah itu berbentuk memberi makan sebesar satu mud sesuai dengan mud nabi. Ukuran mud itu bila dikira-kira adalah sebanyak dua tapak tangan Nabi SAW.
Membayar fidyah boleh berupa uang, seharga dengan makanan pokok yang harus dibayarkan jika sekiranya lebih bermanfaat. Alangkah lebih baik bila memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakan oleh orang miskin sesuai kebutuhan dan untuk beberapa keperluan lainnya.
Wallahu a’lam bishawab